top of page
Writer's pictureLink-AR Borneo

Derita Petani Kala Tanah Dirampas Saat Corona Meluas

PRESS RELEASE


Kekerasan terhadap kaum tani dan masyarakat adat tidak pernah berhenti, dari zaman kolonial sampai sekarang. Petani dan masyarakat adat terus mengalami intimidasi ketika kepentingan investasi yang didukung oleh negara/pemerintah dengan alasan untuk meningkatkan pendapatan negara.


Kejadian di Kabupaten Lahat, Kecamatan Pulau Pinang, kasus kekerasan yang bermula karena sengketa lahan seluas 180,36 hektar yang digusur secara sengaja pada tahun 1993 oleh perusahan perkebunan sawit PT. Arta Prigel, Bukit Barisan Indah Permai Group. Berdasarakan kronologis kejadian, konflik memuncak pada awal Maret 2020 dimana Bupati Lahat memanggil pihak perusahaan yang kemudian memutuskan kembali untuk tidak memberikan lahan yang disengetakan tersebut kepada masyarakat yang akhirnya masyarakat kembali berusahaa untuk mempertahankan lahan yang telah mereka kuasai/reclaiming sejak September 2019. Pihak perusahaan yang datang bersama dengan security, preman, dan anggota kepolisian meminta masyarakat untuk mundur dari lahan menyuruh mereka pulang kembali ke desa. Masyarakat berhasil membuat utusan perusahaan mundur hingga ke perbatasan wilayah yg di sengketakan karena para utusan perusahaan ini tidak mampu menghadirkan Manager perusahaan. Kericuhan dimulai dari pihak perusahaan yang mundur sembari memanas-manasi massa hingga membuat kericuhan yang berunjung bentrok antar pihak perusahaan dan masyarakat. akibat dari bentrokan ini 2 petani meninggal dunia dan 2 luka parah karena tikaman dan bacokan senjata tajam dari petugas pihak perusahaan.


Kasus yang sama tentang pengambilan lahan masyarakat secara paksa terjadi di Kabupaten Ketapang. PT. Ayu Sawit Lestari (Cargill Group) melakukan aktivitas penanaman buah sawit seluas 360 hektar yang berada diluar Hak Guna Usaha (HGU) mereka. Masyarakat melihat pemerintah cenderung membiarkan aktivitas yang dinilai ilegal ini. Sebelumnya PT. ASL juga pernah mengkriminalisasikan salah satu masyarakat atas tuduhan pencurian buah sawit diatas lahan yang diketahui berada diluar HGU. Beliau (masyarakat tertuduh) setelahnya sempat mendekam dipenjara selama tiga bulan yang pada akhirnya dipersidangan setelah diputuskan oleh Pengadilan Negeri Ketapang bahwa tidak bersalah karena tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa dia mencuri buah sawit.


Dua kasus diatas terjadi kala Indoesia sedang berada dalam situasi pandemi COVID-19 dan ancaman krisis pangan yang malah dimanfaatkan oleh perusahan untuk menggusur petani dan masyarakat adat dari tanahnya. Pemerintah/Negara abai terhadap hal-hal yang berkaitan dengan perampasan hak masyarakat demi kepentingan perusahaan perkebunan sawit. Atas dasar itu, kami menyampaikan beberapa tuntutan diantaranya :


1. Menuntut Pemerintah menghentikan segala bentuk kekerasan dan perampasan hak masyarakat yang di lakukan oleh perusahan perkebunan sawit dan perusahan yang mengeksploitasi sumber daya alam. Kemudian melaksanakan apa yang di amanatkan dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UU No. 5 Thn 1960) agar terciptanya reforma agraria sejati.


2. Meminta Kapolri untuk menginstruksikan Kapolda dan jajarannya mengusut tuntas kasus bentrokan / pengeroyokan yang terjadi antara PT. Arta Prigel BBIP group dengan Masyarakat di kabupaten Lahat yang mengakibatkan meninggalnya 2 petani dan 2 orang luka parah. Menghukum pemilik perusahan melalui proses peradilan di pengadilan setempat.


3. Kapolri dan Kejaksaan mengistruksikan kepada jajarannya dapat mempelajari kasus demi kasus yang berkaitan dengan konflik agraria dengan objektif sehingga tidak hanya menerima laporan dari perusahan perkebunan sawit tanpa melihat asal usul atau sebab akibat masyarakat melakukan tuntutan atau melakukan aksi menentang perusahan. Kasus yang terjadi di Kabupaten Ketapang dan Kabupaten lahat lagi-lagi dapat menjadi pelajaran bagaimana aparat hukum dalam hal ini kepolisian belum sama sekali memahami UU Agraria, selain hanya KUHP, sehingga dapat mengurangin benturan masyarakat dengan penegak hukum yang merupakan pengayom dan pelayan masyarakat.


4. Kepada pemerintah daerah untuk bisa melakukan evaluasi secara meyeluruh atas konflik-konflik yang terjadi dan memberikan solusi terbaik bagi masyarakat dan peningkatan kesejahteraan rakyat sesuai dengan amanat UUD 1945.


5. Kepada Buyer atau perusahan besar yang membeli CPO dari PT. Arta Prigel BBIP Group untuk menghentikan pembelian, yang mana kami ketahui perusahan perkebunan sawit yang bermitra dengan BBIP group sejak 2013 s/d sekarang memiliki dan menerapakan kebijakan NDPE. Cargill group, kami mengingatkan bahwa telah memiliki dan menjalankan kebijakan NDPE sejak tahun 2014 s/d sekarang , untuk hentikan segala bentuk intimidasi terhadap masyarakat adat dan petani, dalam bentuk kriminalisasi dan dalam bentuk apapun, dan untuk segera kembalikan tanah-tanah masyarakat adat dan petani yang di ambil, tanpa syarat apapun ke masyarakat.

Apa yang kami sampaikan untuk menjadi perhatian, karena ini demi masyarakat Indonesia dalam hal ini adalah masyarakat adat, petani dan buruh perkebunan sawit yang terus mendapatkan perlakukan yang tidak adil, ini juga sebagai bentuk kami dalam menjalankan amanah UUD 1945, UUPA No 05 th 1960, UUHAM 39 TH 1999, UU Perkebunan 39 th 2014 dan kebijakan Pasar NDPE , yang selama ini selalu di abaikan demi kepentingan rakyat.

Salam Hormat

Direktur Eksekutif Link-AR Borneo

Eko Zanuardy

Narahubung : 081254683793

1 view0 comments

Recent Posts

See All

JOINT PRESS RELEASE

A coalition of indigenous peoples and civil society organisations file a submission with UN CERD on the recently enacted and highly...

Comments


bottom of page