top of page
Writer's pictureLink-AR Borneo

Direktur Linkar Borneo Nilai Pemda Sekadau Perlu Terbitkan Moratorium Sawit

Sekadau – Gubernur kalbar Sutarmidji, beberapa waktu lalu menilai perusahaan sawit di Kalbar kurang berpartisipasi pada pembangungan di wilayah operasinya. Menurutnya pembangunan di kawasan pedesaan di tempat perusahaan sawit tersebut juga berperan penting dalam mendorong program pemerintah menciptakan desa mandiri. Direktur Lingk-AR Borneo, Agus Sutomo menilai keinginan gubernur tersebut sangat baik, namun tentu harus didukung pula dengan data yang valid di lapangan. Walaupun ia juga mengakui dari 411 perusahaan sawit di Kalbar tidak lebih dari 10 persen yang sudah memberikan kontribusi untuk pembangunan di kawasan produksinya.

“Memang dari data kami 411 perusahaan sawit di Kalbar ini kurang dari 10 persennya saja yang sudah berperilaku baik, dalam arti sudah menerapkan CSR yang baik, ikut membangun infrastruktur, penerapan skema plasma yang baik serta telah memperhatikan kesejahteraan buruhnya. Memang tidak bisa jika kita mengatakan semua perusahaan sawit itu buruk, karena faktanya masih ada perusahaan yang baik, yang sudah berkontribusi ,” ujar Agus.

Tentu ini menurut dia perlu ada kajian dari pemerintah sehingga ada dasar yang dapat dijadikan bahan pertimbangan. Dan untuk memastikan kajian ini berhasil tentu menurutnya Gubernur bisa mengeluarkan SK Moratorium sehingga tim bisa bekerja dengan payung hukum yang kuat.

“Kita berharap Gubernur dan tim yang ada segera bergerak dengan dibuatnya SK Moratorium, yang harus diikuti kabupaten/kota. Ini agar bisa dilakukan evaluasi menyeluruh, Gubernur dan jajaran serta kabupaten dan kota bisa mengevaluasi secara keseluruhan dampak positif dan negetif dalam skala besar perusahaan sawit di kalbar, baik dalam aspek lingkungan, pembangunan, sosial, masyarakat setempat, buruh plasma, serta kebudayaannya,” katanya.

SK Moratorium ini menurutnya bukan hanya menyangkut aspek lingkungan saja tetapi juga semua aspek. Sehingga bisa tergambar secara utuh perusahaan yang memberikan dampak positif dan negatifnya.

“Kami bersedia untuk diajak berdiskusi, karena laporan kami juga sudah ada ditangan pak Gubernur,” tuturnya.

Berbubungan dengan itu semua diakuinya memang sudah ada Perda yang mengatur kontribusi perusahaan termasuk CSR.

“Pemerintah provinsi mengoptimalkan tim di tingkat provinsi dan kabupaten, menjalankan Perda tersebut sehingga hal-hal yang menurut gubernur tidak ada kontribusi ini bisa dijadikan pertimbangan penilaian juga. SK Moratorium ini harus terhubung dengan kabupaten/kota yang ada perkebunan sawitnya,” katanya lagi.

Untuk Kabupaten Sekadau ia juga menilai pentingnya melahirkan SK Moratorium tersebut, sehingga Pemda juga akan lebih mudah melakukan evaluasi. Dimana Kabupaten Sekadau tidak kurang 24 perusahaan sawit yang beroperasi dan saat ini Kabupaten Sekadau juga sudah menunaikan niatan baik untuk mengajak perusahaan sawit di kabupaten tersebut untuk berkontribusi pada pembangunan.

“Sekadau ada progress perbaikan, tapi ini harus diperkuat dengan SK Moratorium sehingga tim bisa bekerja karena ada payung hukumnya. Kami siap jika diminta untuk terlibat, beberapa kali kami berdiskusi dengan Pemda Sekadau dan mereka sudah menunjukkan niatan baik, termasuk dinas terkait, misalnya berkomunikasi dengan perusahaan terkait adanya temuan lapangan yang harus diperbaiki,” tuturnya.

Ia juga mengaku sering dipanggil untuk memberikan pandangan sosial dan lingkungan oleh pemerintah kabupaten Sekadau.

“Kami berikan masukan, kemudian Pemda melaksanakan apa yang telah dievaluasi mereka. Satu diantaranya adalah mengeluarkan perusahaan yang masuk kawasan hutan,” katanya.

Ia menilai beberapa perusahaan di sekadau sudah mulai bekerjasama memperbaiki infrastruktur yang ada di Sekadau.

“Seperti di daerah Kayu Lapis, kerjasama pemerintah dan perusahaan sawit dalam membangun infrastruktur jalan. Itu ada niatan baik, dan tentunya mereka juga punya kepentingan sehingga ada tanggung jawab dari meraka untuk membangun,” katanya.

Dari 24 perusahaan yang ada di Sekadau ia menilai, 60 persen perusahaan sudah mulai bekerjasama dengan Pemda untuk pembangunan infrastruktur ini. Dimana menurutnya ini juga bagian dari upaya mendorong terbentuknya desa mandiri.

“Ini juga menjadi aspek yang dipertimbangkan untuk desa mandiri walaupun masih banyak indikator lainnya,” lanjutnya.

Namun ia juga tidak memungkiri masih ada perusahaan sawit yang ada di Sekadau yang belum memperhatikan pentingnya pembangunan di wilayah produksinya.

“Aspek sosial misalnya soal buruh disana masih banyak persoalan ada upah yang rendah sedangkan jam kerja tinggi, ada perusahaan take over tanpa sepengetahuan buruh, kemudian buruh di PHK. Lalu, pemilik tanah menjadi buruh lepas, upah buruh tidak mengikuti upah minimum yang ada dengan alasan bersama misalnya harga CPO yang turun, tapi ketika harga naik pun ternyata upah yang diberikan tetap sama. Lalu, adanya pengurangan masa kerja, akhirnya ekonomi masyarakat terpuruk, bagi hasil rendah, dan upah yang diterima juga rendah,” paparnya.

Sehingga disinilah menurut dia peran pemerintah daerah dimana perlunya dilakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap semua perusahaan sawit di Kabupaten Sekadau.


32 views0 comments

Recent Posts

See All

JOINT PRESS RELEASE

A coalition of indigenous peoples and civil society organisations file a submission with UN CERD on the recently enacted and highly...

Kommentare


bottom of page